Misi Penyelamatan

Misi Penyelamatan
Karya Syarifah Rahmah


Sudah waktunya, batin Ziya. Langkah kakinya mulai ia percepat menuju hutan.
Gadis berusia lima belas tahun itu tidak merasa takut sedikitpun. Walaupun langit
sudah mulai gelap, ia tetap melanjutkan perjalanan hanya dengan cahaya
samar-samar dari rembulan.

Netra Ziya menangkap sebuah rumah kecil di tengah hutan. Ia menghentikan
langkah kakinya dan bersembunyi di balik pohon besar yang tidak jauh dari rumah
itu. Ia kembali memperhatikan rumah yang dijaga oleh tiga orang dewasa berbadan
besar. Ziya merogoh sakunya dan menemukan botol kecil seukuran jari kelingking.

Kemudian ia menggelindingkan botol itu ke arah tiga penjaga.

Bruuus…

Tiba-tiba botol itu mengeluarkan asap berwarna hitam. Ketiga penjaga itu panik.
Sedetik setelahnya mereka langsung pingsan. Merasa aman. Ziya pun langsung
keluar dari tempat persembunyiannya.
Saat Ziya ingin memasuki rumah itu. Lengannya dicegat oleh seseorang. Dengan
perasaan sedikit takut, ia menoleh ke samping untuk melihat siapa yang memegang lengannya.

"Ayah?" Ziya terkejut melihat orang yang ada di sampingnya.

"Ngapain kamu di sini?" tanya pria berusia 40 tahun itu menatap tajam ke arah Ziya.

"Lepasin, Ayah," pinta Ziya berusaha melepaskan genggaman ayahnya.

"Ziya sekarang semakin yakin siapa dalang dari penculikan Lia. Itu pasti Ayah kan?!"
Ziya tak bisa lagi menahan amarahnya. Sejak lama ia hanya diam. Tetapi kali ini, ia
tidak bisa lagi diam. Apalagi yang sekarang menjadi korban ayahnya adalah
sahabatnya sendiri, Lia.

"Ini bukan urusanmu. Kembali ke rumah atau…. " Pria yang Ziya panggil ayah itu
tidak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Atau apa? Ayah juga mau jual Ziya?"
Genggaman pria itu mulai melonggar. Ziya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia
mengambil sisa botol kecil di sakunya dan menumpahkan isi botol itu ke tanah. Asap
hitam mulai muncul dan membuat pria itu panik.

Ziya langsung masuk ke dalam rumah. Ia menemukan Lia sedang terkulai lemah di
samping lemari kayu. Ziya langsung mendekati Lia dan membuka ikatan di tangan dan kaki Lia.

"Lia kamu dengar aku? Bangun Lia!" ucap Ziya sambil menepuk-nepuk pipi Lia. Ziya
mengeluarkan kantong berisi bubuk kuning dari tas kecil di pinggangnya. Ziya
mengambil sedikit bubuk itu di telapak tangannya, lalu meniupnya ke arah wajah Lia.

Perlahan Lia mulai membuka matanya. Mengamati ke sekeliling ruangan hingga
matanya berhenti saat melihat Ziya di sampingnya. Matanya membelalak. Tiba-tiba
Lia mendorong tubuh Zia hingga terjatuh.

"Dasar munafik," hardik Lia.

"Lia kamu kenapa?" tanya Ziya berusaha bangkit dan mendekati Lia.

"Kamu bersekongkol kan sama ayahmu untuk melakukan semua ini?!"

"Kamu salah paham. Tolong dengar aku dulu, kita cuma punya waktu lima menit
sebelum orang-orang itu sadar."

"Aku gak percaya lagi sama kamu." Lia berlari meninggalkan Ziya.

"Lia?" Ziya mengejar Lia yang berlari ke arah pintu keluar.

Lia menghentikan langkahnya. Ia terkejut saat melihat beberapa orang yang
tergeletak di depan rumah. Termasuk ayahnya Ziya.

"Kamu percaya sama aku?" tanya Ziya yang sempat menyusulnya.

Lia sedikit ragu, apakah ia harus percaya? Atau tidak? Namun, setelah melihat
ketulusan dari mata Ziya. Akhirnya Lia percaya dan mengikuti Ziya untuk keluar dari hutan ini. Lia juga memikirkan orang tuanya yang pasti sangat khawatir karena
putrinya belum pulang sejak dua hari yang lalu.

"Aku sudah memberi tanda saat ke sini. Jadi, sepertinya tidak akan sulit keluar dari
hutan ini," ujar Zahra.

Lia mengangguk, Ia mulai berjalan mengikuti langkah Zahra.

"Zahra, maafin aku, ya," ucap Lia di tengah perjalanan.

"Santai aja, Lia. Aku juga minta maaf," ujar Zahra sambil tersenyum tulus ke arah Lia.

"Zahra, awas!?!" teriak Lia, lalu mendorong tubuh Ziya.

Jantung mereka berdua terpacu kencang. Apalagi setelah melihat panah yang
muncul entah dari mana melesat dan menancap di batang pohon.

"Sial, kita ketahuan," umpat Ziya.

"Siapa, Ziya?" tanya Lia.

"Penjahat paling tersembunyi," ujar Ziya sambil menatap ke arah kegelapan.


[Tamat]







Komentar

Postingan Populer